counter

Kamis, 12 Januari 2012

My Experience

GARA – GARA PETAK UMPET
                Sore itu, aku dan kakakku diajak ke kantor ibu di Kec. Klojen. Aku pergi ke sana karena ibuku tidak bisa pulang tepat waktu karena mempersiapkan acara di kantornya besok. Di sana, kakakku bermain dengan anak teman ibuku, namanya Rian.
            “ Ayo kita main daripada nggak ngapa – ngapain,” kata Rian pada kakaku.
            “ Iya, tapi kita main apa ?” tanya kakakku.
            “ Gimana kalau kita main petak umpet ?” usul Rian.
            Kakakku setuju untuk main petak umpet, tetapi entah kenapa aku tidak diajak dalam permainan itu. Akhirnya, aku masuk ke dalam kantor dan hanya memandangi kesibukan orang – orang di sana untuk mempersiapkan acara besok. Lama kelamaan aku bosan di dalam kantor dan berjalan – jalan keluar, sementara kakakku sedang asyik bermain dengan Rian. Aku hanya melihat Rian yang mondar – mandir mencari kakakku. Aku pun penasaran dimana kakakku bersembunyi.
            “ Dimana ya kira – kira kakakku bersembunyi ?” kataku dalam hati.
            Aku mencoba mencari kakakku dimulai dari dalam kantor, aku mencari di tempat – tempat yang jarang dilewati orang, di tempat gelap, dan di tempat – tempat kecil yang menjadi tempat strategis untuk bersembunyi. Setelah mencari agak lama, aku tak kunjung juga menemukan kakakku. Aku tidak putus asa untuk mencarinya karena aku dikejar rasa penasaran yang kuat. Aku melanjutkan mencarinya di luar kantor. Mulai di taman, halaman depan, sampai di parkiran aku mencarinya tapi tak kunjung juga menemukannya sampai akhirnya aku mencarinya di jalan sebelah kantor. Ketika aku hendak melewati jalan itu, ternyata ada mobil diparkir di tepi jalan itu, aku berpikir untuk lewat di sebelah mobil itu yang dekat dengan jalan raya. Tanpa menengok ke belakang, aku langsung melewatinya dan aku ditabrak oleh mobil yang melaju kencang ke  arahku. Aku jatuh tepat di bawah mobil dan seandainya jika mobil itu jalan sedikit saja mungkin kepalaku akan hancur karena posisi kepalaku tepat di sebelah kanan mobil.
Semua orang di dalam kantor keluar dan kaget mendengar pekikan rem   mobil yang sangat keras, mereka berlarian keluar dan segera menolongku.
“ Lho, itu kan putranya Bu Ifa ketabrak mobil, ayo cepat kita tolong, “  kata salah satu teman ibuku.
“ Iya, ayo cepetan kita tolongin !” sahut teman ibuku yang lain.
Aku segera digendong kedalam kantor untuk diberi pertolongan pertama oleh teman-teman ibuku, saat aku disuruh berjalan disitulah aku menjerit kesakitan, ibuku panik apa yang sedang terjadi padaku. Akhirnya aku segera dibawa pulang  ke rumah dan ibuku memanggil tukang urut untuk melihat apakah kakiku terkilir atau tidak. Setelah di pijat-pijat kata tukang urut itu tidak terjadi apa-apa, hanya terkilir katanya. Keesokan harinya aku mencoba berjalan tapi sakitnya minta ampun seperti orang yang berjalan tanpa pergelangan kaki.
“ Huaa …. Kakiku sakit sekali kalau dibuat jalan, “ kataku sambil menangis kesakitan.
“ Kenapa kakimu mana yang sakit ? “ ibuku bingung dan panik.
Akhirnya, aku dibawa ke RST untuk dironsen, setelah hasilnya keluar ternyata kakiku patah dan harus dioperasi. Sewaktu kecil aku mendengar kata operasi adalah kata yang mengerikan aku pun menangis dan tidak mau di operasi. Ibuku meminta pada dokter untuk mengobati kakiku dengan cara lain tanpa operasi. Akhirnya aku tidak jadi dioperasi tapi hanya digips, dan terpaksa tahun ajaran baru aku masuk kelas satu SD harus digendong ibuku karena kakiku masih digips.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar